OrangYang Sudah Wafat Tahu Apa yang Dilakukan Saudara dan Keluarganya: Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menceritakan tentang dialog antar arwah, salah satu dialognya adalah menceritakan kabar Si Fulan di dunia: إِنَّ فُلَانًا قَدْ فَارَقَ الدُّنْيَا Si Fulan telah meninggal dunia (HR. Al Bazar no. 9760. Kawasan Raudhah dan koridor di depan Makam Rasulullah SAW kian padat menyusul makin banyaknya jamaah haji yang tiba di Madinah, Selasa 24/7. Para jamaah berebut mengunjungi tempat yang disebut penuh berkah tersebut. Di antara keutamaan umat Islam adalah keyakinan kuat tentang nabi dan rasul mereka, Muhammad SAW, meski tidak pernah berjumpa dan belajar langsung kepada beliau. Hal inilah yang menjadikan salah satu poin, mengapa Rasulullah SAW sangat merindukan dan ingin segera bertemu kita, umatnya. Hal ini sebagaimana ditegaskan hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah RA. “Salam atas kalian wahai penghuni kuburan tempat orang-orang beriman. Aku insya Allah akan menyusul kalian. Aku ingin sekali berjumpa saudara-saudaraku.’ Mereka para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, bukankah kami saudaramu?’ Beliau bersabda, Kalau kalian adalah para sahabatku. Saudara-saudaraku adalah mereka orang-orang beriman yang belum ada sekarang ini dan aku akan mendahului mereka di telaga.’ Mereka berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana engkau mengenali orang-orang beriman yang datang setelah engkau dari kalangan umatmu?’ Beliau bersabda, Bukankah jika seseorang punya kuda yang sebagian kecil bulunya putih akan mengenali kudanya di tengah kuda-kuda yang hitam legam?’ Mereka menjawab, Ya’ Beliau berkata, Sesungguhnya mereka akan datang pada hari kiamat dengan cahaya putih karena wudhu. Dan aku akan menunggu mereka di telaga.” Kerinduan Rasulullah terhadap kita, umatnya, secara tegas juga disampaikan oleh Imam al-Qusyairi dalam kitabnya ar-Risalah. Dia mengutip riwayat dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW pernah bersabda.”Kapan aku akan bertemu para kekasihku?” Para sahabat bertanya, ”Bukankah kami adalah para kekasihmu?” Rasulullah menjawab,”Kalian memang sahabatku, para kekasihku adalah mereka yang tidak pernah melihatku, tetapi mereka percaya kepadaku. Dan kerinduanku kepada mereka lebih besar.” Akankah kita termasuk mereka yang dirindukan Rasulullah? BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini DariAbu Hamzah -Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu - pembantu Rasulullah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman (dengan keimanan yang sempurna) sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri." (HR. Al Bukhari dan Muslim) Beritahu yang lain

403 ERROR Request blocked. We can't connect to the server for this app or website at this time. There might be too much traffic or a configuration error. Try again later, or contact the app or website owner. If you provide content to customers through CloudFront, you can find steps to troubleshoot and help prevent this error by reviewing the CloudFront documentation. Generated by cloudfront CloudFront Request ID KX0IECllxVNfOSAK1KGRk9Be_1j_CceTXnTTw0tlXMmTv73fVuYGSw==

Maksudnya "Doa seseorang muslim untuk saudaranya secara berjauhan (tanpa pengetahuannya) adalah mustajab. Di kepalanya (yang berdoa) terdapat malaikat yang diwakilkan kepadanya, setiap kali dia berdoa kepada saudaranya dengan kebaikan maka malaikat yang diwakilkan itu akan berkata: Amin dan bagi engkau seperti itu juga (sama seperti apa yang didoakan itu)". Menjadi umat yang hidup jauh dari masa Nabi bukan alasan untuk kita berkecil hati. Apabila generasi pendamping Rasulullah SAW merupakan sahabat beliau, maka umatnya yang hadir jauh belakangan beliau sebut sebagai saudaranya. Dan beliau mengaku rindu pada umat yang akan datang kemudian ini. Kemampuan kita meyakini dan mencintai Rasulullah—selaku Nabi yang hidup jauh sebelum kita—sangat beliau hargai. Di sisi lain, kerinduan Rasulullah pada umatnya yang bahkan belum pernah dijumpai, menunjukkan keluasan hati Nabi dalam menampung energi cinta. Kerinduan Nabi pada saudaranya ini terekam melalui riwayat Imam Muslim, Imam Malik, juga Imam an-Nasa’i yang diceritakan oleh Abu Hurairah. “Suatu hari Rasulullah SAW pergi ke pemakaman. Kemudian beliau berkata, ‘Salam atas kalian wahai penghuni kuburan tempat orang-orang beriman. Aku insya Allah akan menyusul kalian. Aku ingin sekali berjumpa dengan Kemudian para sahabat berkata, ‘Wahai Rasulullah, bukankah kami saudaramu?’ Beliau pun bersabda, ‘Kalian adalah para sahabatku. Adapun saudara-saudaraku adalah mereka orang-orang beriman yang belum ada sekarang ini dan aku akan mendahului mereka di Mereka para sahabat kembali bertanya, ‘Wahai Nabi, bagaimana engkau mengenali orang-orang beriman yang datang setelah engkau dari kalangan umatmu?’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Bukankah jika seseorang memiliki kuda yang terdapat bulu putihnya ia akan mengenalinya di tengah-tengah kuda-kuda lain yang berwarna hitam legam?’ Mereka menjawab, ‘Ya, wahai Rasul’. Beliau berkata, ‘Sesungguhnya mereka akan datang pada hari kiamat dengan cahaya putih karena wudhu. Dan aku akan menunggu mereka di Cinta Nabi Muhammad tak memandang generasi. Tak terbatas pada mereka yang langsung bersinggungan dengan beliau atau mereka yang menyambut seruan beliau saja. Ibarat kata, kita sebagai generasi ‘penikmat’, tak turut berjuang membantu dakwah Nabi, namun tetap mendapat limpahan kasih Rasulullah SAW. Penjelasan lebih lanjut mengenai siapa yang Nabi sebut sebagai saudara, bisa kita cermati dari potongan hadis yang diceritakan oleh Imam Ahmad, bahwa “Saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi beriman Sabda tersebut menunjukkan keutamaan orang yang mengimani Nabi sekalipun belum pernah bersua dengannya. Sekaligus berita gembira bagi seluruh umat Nabi Muhammad SAW, baik yang sezaman dengan beliau maupun tidak. Mereka semua yang mengimani, meneladani, dan berpegang pada petunjuk Nabi adalah orang-orang yang beruntung. Meyakini dan meneladani Nabi adalah syarat untuk menjadi saudara yang benar-benar beliau rindukan. Bagaimana orang bisa percaya dan cinta pada seseorang yang belum pernah dilihatnya dan hanya mereka ketahui melalui penuturan guru serta lembaran teks-teks agama. Apalagi antara kita dan Nabi terpisah oleh masa yang lama. Ini adalah satu hal yang luar biasa. Keyakinan tanpa pernah melihat adalah cinta agung yang mendekatkan kita dengan Nabi. Sebab itu, masuk akal jika hadis tadi memerlihatkan betapa Rasulullah SAW begitu menghargai keyakinan dan perasaan cinta pada beliau dari umatnya yang hidup belakangan. Hingga Nabi pun menyematkan gelar “saudara” sebagaimana dalam hadis tadi. Para pengikut setia Nabi ini akan dikenal melalui tanda putih dalam dirinya yang merupakan bekas dari wudhu. Ini merupakan keutamaan wudhu, di mana Allah mengkhususkan umat Nabi Muhammad dengan atsar wudhu. Di akhirat kelak, orang-orang beriman akan teridentifikasi melalui wajahnya yang putih berseri dan nampak bersinar karena rasa bahagia. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran 106, Pada hari itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Tidak hanya sampai situ, Rasulullah SAW juga kelak menanti umatnya yang mengimani beliau di tepi telaga surga. Kerinduan yang jauh-jauh hari dinyatakan Nabi harus kita balas dengan cinta tulus dan sungguh-sungguh, dibuktikan tak hanya melalui lisan tapi juga tindakan. Hingga pantas kita untuk disebut sebagai saudara Nabi. Di samping itu, kita mesti senantiasa waspada agar tidak melanggar tuntunan beliau, karena itu bisa menjadi penghalang pertemuan agung dengan Rasulullah SAW kelak. Sabda ini adalah motivasi bagi kita untuk meneguhkan keimanan dan keteladanan pada Nabi. Demikian langkah untuk memantaskan diri menjadi saudara Nabi. Tak perlu berkecil hati sebab tak semasa hidup dengan Rasulullah. Karena beliau sangat mengapresiasi umatnya yang mendedikasikan cinta untuk Nabi meskipun belum pernah bersua. Kita mesti memperbanyak shalawat dan mempraktikan ajaran Rasulullah agar tetap terkoneksi dengan beliau. Sampai kelak bisa bertemu, melepas rindu, memeluk, dan memandang wajah Nabi Muhammad SAW di tepi telaga surga. Wallahu a’lam. [] Khalilatul AzizahRedaktur Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Menurutnya Rasulullah Shallallahu A'alaihi Wa Sallam sangat merindukan saudaranya, sampai sangat ingin berjumpa. "Aku menghendaki dan aku ingin berjumpa dengan saudara-saudaraku. Maka berkata sahabat Nabi SAW; Bukankah kami adalah saudaramu Wahai Rasul?
Jakarta, NU OnlinePengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menegaskan bahwa kerinduan Rasulullah SAW melebihi rindu setiap umatnya. Sebab itu ia menegaskan, setiap umat Islam dianjurkan memperbanyak baca shalawat kepada rindu Nabi Muhammad tersebut, Kiai Luqman mengisahkan sebuah cerita seperti dikutip NU Online, Jumat 15/2 lewat Twitter-nya, sebagai berikut“Saya sangat kangen Kanjeng Nabi, Kiai," kata santri."Lah Nabi lebih kangen kamu daripada kangenmu.""Duhhh saya nggak pernah membalas cintanya, Kiai.""Kangenmu itu sudah merupakan balasan cintamu. Karena kamu tak akan pernah bisa balas cintanya. Maka shalawatlah yang banyak."Direktur Sufi Center itu menegaskan bahwa Allah SWT dan para malaikat bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW.“Shalawat, shalawat, shalawat, di Majelisnya Allah dan para Malaikat. Jika Anda mengaku orang beriman, bergabunglah dalam lantunan shalawat kepada Kekasih-Nya,” tandas Kiai Luqman. Fathoni
KemudianRasulullah berkumpul dengan para sahabatnya, tiba-tiba Rasulullah bersabda, "Saya rindu bertemu saudara-saudaraku". Tentu para sahabat heran, hening diam sejenak dan bertanya-tanya dalam hatinya, "Ya Rasulullah, bukankah kami ini saudaramu?" kata Abu Bakar kemudian. " Bukan, kalian adalah sahabatku" jawab Rasulullah.
Hadits ke 13 Mencintai Kebaikan untuk Saudaranya عَنْ أَبِيْ حَمْزَة أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ خَادِمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ رَوَاهُ اْلبُخَارِيّ وَمُسْلِمٌ Dari Abu Hamzah –Anas bin Malik radhiyallahu anhu– pembantu Rasulullah, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda ”Tidaklah salah seorang di antara kalian beriman dengan keimanan yang sempurna sampai dia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” HR. Al Bukhari dan Muslim Beritahu yang lain Bahwsannya Rasulullah SAW, bersabda: janganlah kamu masuk ke kamar-kamar perempuan. Seorang laki-laki Anshar berkata: Ya Rasulullah terangkan kepadaku, bagaimana hukum masuk ke dalam kamar ipar perempuan. Nabi SAW menjawab; ipar itu adalah kematian (kebinasaan)." (Al Bukhari 67; 111: muslim 39: 8: Al lu'lu-u wal marjan 3;69-70).
Hadis 8 Larangan Mendiamkan Saudaranya Lebih Dari Tiga Hari عنْ أبي أَيُّوبَ رَضِيَ الله تَعَالَى عَنْهُ، أنَّ رسولَ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قالَ لَا يَحِلُّ لمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ، يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ مُتَّفَقٌ عليهِ Dari Abū Ayyub radhiallahu anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ berkata, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr memboikot saudaranya lebih dari 3 malam yaitu 3 hari. Mereka berdua bertemu namun yang satu berpaling dan yang lainnya juga berpaling. Dan yang terbaik diantara mereka berdua yaitu yang memulai dengan memberi salam.”[1] Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ . Sungguh syari’at Islam adalah syariat yang indah, syariat yang menyuruh umatnya untuk mempererat tali persatuan. Allah ﷻ telah berfirman إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.” QS. Al-Hujurāt 10 Banyak sekali hadis-hadis yang menganjurkan seorang mukmin untuk menunaikan kewajibannya terhadap saudaranya. Di antara kewajiban seorang mukmin terhadap saudaranya adalah sebagai berikut. Menjawab salam apabila saudaranya memberikan salam. Memenuhi undangan saudaranya. Menjenguk saudaranya yang sedang sakit. Menghadiri, menyalatkan, dan mengantarkan ke pekuburan jika saudaranya meninggal. Memberikan nasihat kepada saudaranya yang meminta nasihat. Mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan itu untuk dirinya sendiri. Selain perkara-perkara yang diperintahkan untuk menjaga keutuhan tali persaudaraan, syariat Islam juga melarang perkara-perkara yang dapat merusak keutuhan tali persatuan tersebut. Misalnya, Rasulullah ﷺ bersabda, وَلاَ يَبِعِ بعضكم عَلَى بَيْعِ أَخِيهِ وَلاَ يخطب الرجل على خطبة أَخِيهِ “Janganlah seseorang menjual di atas penjualan saudaranya. Janganlah seseorang melamar di atas lamaran saudaranya.” [2] وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا “Janganlah kalian saling hasad iri, janganlah kalian saling membenci.” [3] Dan masih banyak lagi larangan-larangan Rasulullah ﷺ yang tujuannya agar persatuan di antara kaum muslimin dapat terjaga dengan baik. Bahkan dalam Al-Qurān Allah berfirman, وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا “Janganlah kalian saling mencari-cari kesalahan di antara kalian dan janganlah saling mengghībah diantara kalian.” QS. Al-Hujurāt 12 Dan juga, لا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ “Janganlah sebuah kaum menghina kaum yang lain.” QS. Al-Hujurāt 11 Dalil-dalil ini semua menunjukkan pentingnya untuk mempererat tali persatuan, sampai-sampai Rasulullah ﷺ bersabda, لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا. أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman kecuali sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian kepada suatu perkara yang jika kalian melakukannya kalian akan saling mencintai? Maka tebarkanlah salam di antara kalian.”[4] Berdasarkan uraian ringkas tadi, diketahui bahwa praktek hajr memboikot seorang muslim bertentangan dengan ajaran Islam. Namun, sebagai manusia kadang-kadang kita dikuasai hawa nafsu, terkadang bermasalah dengan saudaranya, maka dia pun marah kepada saudaranya terutama pada perkara-perkara dunia, entah dia yang salah atau saudaranya yang salah. Dalam kondisi seperti itu, syariat mengizinkan seorang muslim untuk mendiamkan/meng-hajr saudaranya, tidak ingin bertemu dengan saudaranya itu atau memboikot saudaranya itu. Namun waktu yang diizinkan hanya 3 hari saja. Hal ini menunjukkan bahwa syari’at memperhatikan kondisi kejiwaan manusia yang apabila marah sulit untuk reda, memaafkan, dan melupakan begitu saja. Diperlukan waktu/proses agar segala bentuk kemarahan itu reda dan hilang sehingga kembali ke keadaan normal, bisa menerima, dan memaafkan kesalahan saudaranya. Oleh karena itu syari’at memberikan kesempatan baginya untuk melampiaskan atau untuk membiarkan jiwanya emosi tetapi hanya selama 3 hari saja. Lebih dari itu tidak boleh karena dia punya kewajiban menyatukan tali persaudaraan dengan saudaranya sesama muslim. Maka dari itu Rasulullah ﷺ mengharamkan seseorang meng-hajr saudaranya lebih dari 3 hari. Beliau ﷺ bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk meng-hajr memboikot saudaranya lebih daripada 3 hari.” Dengan demikian, apabila hajr dilakukan lebih dari 3 hari maka hukumnya haram. Sehingga setelah 3 hari, dua orang muslim yang tadinya saling mendiamkan harus sudah saling memaafkan dan bergaul seperti biasa lagi. Bahkan diberikan pujian, bagi siapa yang memulai untuk menyapa saudaranya untuk menghentikan hajr tersebut. Disebutkan oleh Rasulullah ﷺ , “Yang terbaik di antara keduanya orang yang saling meng-hajr adalah yang memulai dengan salam.” Kenapa hal ini dipuji oleh Rasulullah? Karena orang yang memecahkan kebuntuan hubungan dengan memulai memberi salam dan menyapa berarti telah mengalahkan emosi dan egonya keangkuhan jiwanya. Bisa jadi hal seperti itu ia lakukan setelah terjadi pergumulan yang dahsyat di dalam hatinya, seperti, “Saya yang lebih tua, dia yang masih muda,” “Saya adalah Pamannya, dia yang seharusnya minta maaf ke saya.” Kebanyakan orang akan menampakkan egonya ketika terjadi perselisihan. Bahkan pada saat seperti itu setan pasti hadir untuk memanas-manasi keadaan. Karenanya, kebanyakan orang akan mengatakan “Saya yang benar, dia yang salah.” Maka sungguh terpuji orang yang berlaku sebaliknya, memulai memberi salam dan meninggalkan egonya. Apakah seseorang akan mengikuti hawa nafsu dan keangkuhan jiwanya ataukah dia mendahulukan untuk mendapatkan khairiyyah menjadi yang terbaik di sisi Allah ﷻ ? Jika dia ingin menjadi yang terbaik di sisi Allah ﷻ , di antara dia dengan saudaranya, maka hendaknya dialah yang memulai memberi salam kepada saudaranya. Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ . Para ulama berikhtilaf tentang bagaimana menyelesaikan hajr. Jumhur mayoritas ulama mengatakan, “Jika mereka bertemu dan sudah saling memberi salam, maka hajr dianggap telah berakhir.” Dengan demikian mereka sudah keluar dari yang diharamkan Rasulullah ﷺ . Inilah pendapat kebanyakan ulama, karena Rasulullah ﷺ mengatakan, “Yang terbaik adalah yang memulai dengan salam.” Namun sebagian ulama mengatakan, “Tidak cukup hanya dengan memberikan salam. Dia hanya bisa keluar dari perkara yang haram kecuali jika kembali ke kondisi seperti sediakala.” Artinya, percuma kalau dia memberi salam tetapi wajahnya muram atau hatinya jengkel. Oleh karena itu, sebagian ulama berkata, “Tidak, hajr tidak berakhir, kecuali setelah dia kembali seperti sedia kala”; yaitu senyum dengan hati yang bersih dan tidak ada dendam dan kemarahan. Allahu a’lam bish-shawāb, pendapat yang lebih benar adalah pendapat jumhur ulama karena kalau harus kembali seperti sediakala ini bukan perkara yang ringan, bahkan mungkin sangat susah. Seperti kata sebagian orang, “Kalau hati sudah terlanjur terluka maka sulit untuk kembali lagi. Seperti kaca yang sudah terlanjur pecah maka sulit untuk disambung kembali.” Oleh karenanya, Wallahu a’lam bish-shawāb, pendapat yang lebih benar adalah pendapat jumhur ulama, yaitu cukup jika dia memberi salam, maka hajr tersebut berakhir dan dia telah keluar dari yang diharamkan Rasulullah ﷺ . Ingatlah firman Allah ﷻ , وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ. وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ “Tidak sama antara kebaikan dan keburukan, maka balaslah dengan cara yang terbaik. Maka orang yang antara engkau dengan dia ada permusuhan, tiba-tiba dia menjadi teman yang dekat. Namun akhlak seperti ini membalas keburukan dengan kebaikan tidaklah dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang bersabar dan tidak diberikan kecuali kepada orang yang mendapatkan keuntungan yang besar.” QS. Fushilat 34-35 Ini merupakan pujian yang istimewa dari Allah bagi orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsunya untuk memulai salam meskipun dia yang salah atau saudaranya yang salah. Hal demikian tentu bukanlah sesuatu yang mudah. Maka orang yang bisa berbuat demikian adalah orang yang telah mendapatkan keberuntungan yang besar sebagaimana firman Allah ﷻ di atas. Semoga Allah ﷻ senantiasa menyatukan hati-hati seluruh kaum muslimin. Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ , Rasulullah ﷺ melarang seseorang untuk meng-hajr saudaranya lebih dari 3 hari. Namun, para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah apabila bahwa hajr tersebut sebabnya berkaitan dengan perkara duniawi. Adapun meng-hajr orang lain karena perkara agama maka ini boleh lebih dari 3 hari. Sebagaimana meng-hajr/memboikot pelaku bidah atau pelaku maksiat, maka boleh lebih dari 3 hari. Memboikot pelaku maksiat atau pelaku bidah adalah dengan mempertimbangkan 2 kemaslahatan, yaitu kemaslahatan yang berkaitan dengan pelaku bidah itu sendiri, dan kemaslahatan yang berkaitan dengan pihak yang meng-hajr. Pertama, kemaslahatan yang berkaitan dengan pelaku bidah atau pelaku maksiat, maka kita meng-hajr dia sampai dia bertobat kepada Allah ﷻ . Dalil akan simpulan ini adalah kisah Ka’ab bin Mālik RA tatkala tidak ikut serta dalam perang Tābuk tanpa alasan yang syar’i. Maka, beliau pun di-hajr oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya sampai sekitar 50 hari. Sehingga Allah turunkan ayat yang menjelaskan bahwasanya Allah menerima taubat Ka’ab bin Mālik RA, baru kemudian Rasulullah ﷺ menghentikan praktek hajr-nya. Hajr dialami Ka’ab bin Mālik RA ini dijadikan dalil oleh para ulama yang berbicara tentang masalah hajr. Mereka semuanya berdalil dengan kisah ini. Hal ini menunjukkan bahwa masalah meng-hajr pelaku maksiat sama dengan masalah meng-hajr pelaku bidah dengan tetap melihat kepada kemaslahatan dan kemudaratan. Para pembaca yang dirahmati oleh Allahﷻ , mengapa kita mengatakan bahwa praktek hajr memboikot pelaku bidah atau pelaku maksiat harus melihat maslahat dan mudarat? Karena, masalah memboikot pelaku bidah atau pelaku maksiat adalah bagian dari pengamalan ajaran al-amr bil ma’ruf wa nahyi anil munkar amar makruf nahi mungkar. Para ulama telah sepakat bahwa pijakan amar makruf nahi mungkar adalah di atas kemaslahatan. Apabila penerapan amar makruf nahi mungkar diasumsikan akan memberikan kemaslahatan, maka dilakukan. Sebaliknya, jika penerapan amar makruf nahi mungkar menimbulkan kemudaratan yang lebih buruk daripada kemungkaran yang sudah ada, maka hendaknya ditinggalkan. Oleh karenanya, masalah meng-hajr pelaku bidah atau pelaku maksiat pada zaman sekarang tidaklah mudah untuk dikerjakan. Karenanya, sesuai dengan konteks ini, Syekh Albani rahimahullāh pernah berkata, الهَجْرُ لاَ يَحْسُنُ أَنْ يُطَبَّقَ فِي هَذَا الْعَصْرِ لِأَنَّ أَهْلَ الْبِدَعِ هُمُ الْغَالِبُوْنَ “Meng-hajr pelaku bidah tidak layak untuk diterapkan pada zaman sekarang ini karena mereka ahlul bidah yang lebih mendominasi.” Berbeda halnya dengan zaman Imam Ahmad bin Hanbal. Di zaman A’imatussalaf para imam generasi salaf rahimahumullah dahulu, dimana ahlus sunah banyak dan ahlul bidah-nya sedikit. Sehingga kalau ahlus sunah memboikot ahlul bidah, maka ahlul bidah akan terpuruk dan akhirnya melepaskan bidah yang dia lakukan karena dia akan merasa terjepit sebab diboikot oleh kebanyakan orang. Demikian juga para pelaku maksiat. Para pelaku maksiat dulu jika diboikot mereka berhenti dari maksiatnya. Namun sekarang kondisinya berbeda. Sekarang pelaku maksiat dan pelaku bidah jumlahnya banyak. Maka jika seseorang memaksa untuk memboikot pelaku bidah justru dia yang terboikot, sehingga tidak ada maslahat yang ia wujudkan. Yang lebih tepat untuk dilakukan sekarang ini, wallahu a’lam, seseorang perlu mendekati pelaku maksiat untuk mendakwahinya, mengambil tangannya, dan berbicara dengannya agar ia mau meninggalkan kemaksiatannya. Demikian juga terhadap ahli bidah. Seorang yang merasa mampu hendaknya mendatangi ahli bidah tersebut. Terutama ahlul bidah yang awam bukan ahlul bidah yang penyeru. Kemudian dia dakwahi, diajak ngobrol, dan diberi masukan. Sehingga diperoleh manfaat bagi pelaku bidah tersebut. Barangkali kita perlu juga berkaca dengan keadaan kita sendiri. Dahulu sebelum kita mengenal manhaj Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, mungkin sebagian dari kita juga terpuruk dalam sebagian bidah. Bagaimana kita mendapatkan hidayah? Ternyata kita mendapat hidayah bukan karena diboikot oleh kalangan ahlus-sunah, melainkan karena izin dari Allah ﷻ dengan perantaraan seorang pemuda ahlus-sunah yang mendekati kita kemudian mengajak untuk mengobrol, memberikan masukan, dan mendakwahi kita dengan cara yang baik. Maka dengan izin Allah kita kemudian sedikit demi sedikit mampu meninggalkan berbagai bentuk bidah dan maksiat yang mungkin pada saat itu kita anggap sebagai hal yang lumrah. Karenanya, meng-hajr pelaku maksiat dan pelaku bidah, terutama di zaman kita sekarang ini, harus benar-benar memperhatikan maslahat dan mudaratnya. Jika meng-hajr orang yang tidak salat misalnya, hanya akan semakin menjauhkannya dari salat, maka lebih baik kita memilih cara lain selain meng-hajr-nya. Barangkali dengan pendekatan lain akan menyadarkannya dan membuatnya kembali melaksanakan salat. Jadi kita tidak menerapkan hajr, meskipun sebenarnya disyariatkan untuk meng-hajr orang yang tidak salat. Kedua, praktek hajr juga memperhatikan kemaslahatan pihak yang men Orang yang akan meng-hajr hendaknya memperhatikan kondisi dirinya. Jika ia beberharapadapan dengan seorang penyeru bidah yang memiliki pengetahuan seputar dalil atau memiliki syubhat yang membahayakan, maka hendaknya dia menjauh jika dia khawatir syubhatnya itu akan mempengaruhi dirinya. Hendaknya ia menghindari orang tersebut, jangan mendengarkan ceramahnya dan jangan menghadiri kajiannya. Namun jika pelaku bidah itu hanya pelaku bidah yang biasa, dari kalangan awam, tidak punya syubhat dan tidak mengerti, maka orang seperti ini lebih utama untuk didekati, diajak mengobrol dan dinasihati. Mudah-mudahan dengan cara demikian, ia mau kembali ke jalan yang lurus. Kesimpulannya, meng-hajr ahli bidah atau pelaku maksiat disyariatkan meskipun lebih dari 3 hari, karena tujuannya adalah memberi pelajaran kepada pelaku bidah tersebut atau untuk menyelamatkan diri kita agar tidak terjerumus ke dalam bidahnya. Namun terakhir yang saya ingatkan, Ikhwan dan Akhwat pembaca yang dirahmati Allah, banyak orang mempraktikkan hajr terhadap saudaranya, sebenarnya karena tendensi duniawi. Namun karena mereka memperpanjang praktek hajr tersebut, maka mereka membumbui seakan-akan mereka meng-hajr karena syariat, padahal hakikatnya hanya karena perkara dunia. Oleh karenanya, orang yang meng-hajr dengan menganggap ini adalah perkara akhirat padahal kenyataannya karena perkara dunia, ini adalah perkara yang berbahaya. Para pembaca, Ikhwan dan akhwat yang dirahmati Allah ﷻ , Dikatakan bahwasanya bisa jadi seorang yang meng-hajr/memboikot/tidak menyapa saudaranya karena perkara dunia. Terkadang setan datang lantas menghiasi seakan-akan yang dia lakukan adalah perkara syariat, padahal bukan sama sekali. Akan tetapi karena hawa nafsunya, bukan karena ingin mendidik orang yang tidak dia sapa tersebut, atau karena ingin menyelamatkan dirinya, tapi karena hanya ingin memuaskan hawa nafsu. Dan saya ingatkan sebagaimana juga diingatkan oleh Syaikhul Islām Ibnu Taimiyyah, betapa banyak orang yang meng-hajr saudaranya karena perkara dunia, namun dia membawakannya dalam “casing” seakan-akan dia meng-hajr karena perkara akhirat. Maka hajr seperti ini hukumnya haram. Telah disebutkan di depan bahwa meng-hajr saudaranya lebih dari 3 hari hukumnya adalah haram. Bahkan sebagian ulama memasukkannya ke dalam dosa besar. Di antara dalil-dalil yang menunjukkan akan bahayanya perkara ini adalah sebagai berikut. Pertama, Hadis dari Abū Hurairah radhiallahu anhuو أَنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمُ الاثْنَيْنِ وَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لا يُشْرِكُ بِالله شَيْئًا إِلا رَجُلا كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا Bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda “Telah dibukakan pintu-pintu surga setiap hari Senin dan Kamis. Maka seluruh hamba yang tidak berbuat syirik kepada Allah sama sekali akan diberi ampunan oleh Allah, kecuali seseorang yang punya permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan kepada para malaikat, Tangguhkanlah dari ampunan Allah dua orang ini hingga keduanya berdamai’.”[5] Hadis ini merupakan kabar gembira sekaligus menunjukkan keutamaan orang-orang yang bertauhid tidak berbuat syirik kepada Allah ﷻ . Bergembiralah bagi para pembaca yang selalu berusaha menjauhkan diri dari segala bentuk kesyirikan, baik syirik besar maupun syirik kecil, meskipun banyak maupun sedikit. Untuk mereka yang berusaha selalu memurnikan tauhid kepada Allah, Allah akan memberikan ganjaran pada setiap hari Senin dan Kamis, yaitu dibukakan pintu-pintu surga dan diberi ampunan. Tetapi hadis ini juga menjelaskan bahwa ternyata ada orang-orang yang bertauhid yang rugi pada hari Senin dan Kamis karena tidak mendapat ampunan dari Allah. Mereka bertauhid, namun mereka dalam keadaan bermusuhan dengan saudaranya. Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ mengatakan “Kecuali seorang yang antara dia dengan saudaranya ada permusuhan,” maka dikatakan, “Tangguhkanlah ampunan pada kedua orang ini sampai mereka berdua berdamai.” Ini merupakan kerugian yang sangat besar bagi orang yang bertengkar dengan saudaranya. Akibat bermusuhan kepada saudaranya, ia terhalangi dari ampunan yang Allah anugerahkan setiap hari Senin dan Kamis. Kedua, Hadis shahīh yang diriwayatkan oleh Abū Dāwud dan dishahīhkan oleh Syekh Al-Albani rahimahullāh. وَعَن أَبِي خِرَاش السُّلَمِي رَضِيَ اللهُ عَنهُ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ Dari Abū Khirāsh As-Sulamiy RA, sesungguhnya dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang memboikot/meng-hajr saudaranya selama setahun, maka seakan-akan dia telah menumpahkan darah saudaranya itu.”[6] Hadis ini merupakan ancaman yang sangat berat bagi pelaku hajr yang melampaui batas. Disebutkan bahwa setahun meng-hajr saudaranya adalah seakan-akan telah membunuh saudaranya itu. Betapa beratnya ancaman ini karena kita tahu bahwa membunuh adalah dosa yang sangat besar. Karena itu hadis Ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa menghajr saudara sampai satu tahun termasuk dosa besar. Bagaimana tidak, bukankah seharusnya dua saudara itu saling mencintai, saling menyayangi, saling menasihati, saling menginginkan kebaikan kepada yang lain, saling mengunjungi, dan sebagainya. Tetapi semua itu tidak dilakukan karena adanya hajr yang melampaui batas. Terkadang hajr dikesankan seakan-akan didasarkan pada perkara-perkara syariat, sehingga dengan itu seseorang dapat meng-hajr saudaranya untuk waktu yang panjang, lebih dari 3 hari. Namun seringkali hal itu hanyalah pengelabuan setan saja. Hajr yang dilakukan tidak lain adalah karena egonya, emosinya, hasadnya, dan sebagainya. Maka hal seperti itu hukumnya seperti “menumpahkan darah”, yaitu dosa besar. Wallahu a’lam. Ketiga, Hadis yang juga dihasankan oleh Syekh Al-Albani rahimahullāh. عَن ابنِ عَبَاسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنهُمَا قالقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَ سَلَّمَ ثَلَاثَةٌ لَا تُرْفَعُ لهم صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ Dari Ibnu Abbas radhiyallahu Ta’āla anhumā, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, Ada tiga golongan orang yang salat, di mana salat mereka tidak akan terangkat di atas kepala mereka meskipun hanya sejengkal, yaitu seorang yang menjadi imam salat bagi suatu kaum padahal kaumnya itu benci kepadanya, seorang wanita yang dia tidur sementara suaminya dalam keadaan marah kepadanya, dan dua orang saudara yang saling bermusuhan saling meng-hajr.[7] Hadis ini juga menunjukkan kerugian bagi orang yang meng-hajr. Yaitu hajr yang dilakukan bukan karena alasan syar’i, tetapi hajr karena dorongan hawa nafsu, lebih dari tiga hari bermusuhan, karena tidak ingin dirinya dibantah atau karena hobinya membantah, dan lain-lain meskipun ia mengesankan bahwa hajr yang ia lakukan adalah karena perkara agama. Maka dari itu, seluruh hajr dan boikot yang tidak syar’i menyebabkan seseorang tidak diterima salatnya, sebagaimana hadis yang dihasankan oleh Syekh Al-Albani rahimahullāh di atas. Oleh karena itu, Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ , hendaknya seseorang mengingat akan hari akhirat. Hendaknya pula setiap mukmin berlapang dada menghadapi berbagai permasalahan yang timbul dalam pergaulannya sehari-hari. Perlu disadari bahwa di dunia ini memang tidak ada manusia yang luput dari kesalahan. Jika seseorang marah kepada saudaranya maka silakan marah. Boleh saja ia jengkel dan cuek kepada saudaranya, tetapi syariat yang agung ini hanya membatasi sampai waktu 3 hari saja. Tidak boleh lebih. Setelah lewat dari waktu yang ditentukan itu, hendaknya seorang muslim memaafkan saudaranya. Akan sangat afdal jika ia yang memulai memberi salam kepada saudaranya yang didiamkan itu. Ingatlah bahwa kehidupan akhirat jauh lebih indah. Tidak mungkin seseorang akan mendapatkan kenikmatan akhirat kecuali dengan bersabar terhadap problematika kehidupan di dunia ini. Footnote __________ [1] HR. Bukhari no. 6077 dan Muslim no. 2560 [2] HR. Muslim no. 1412, dari Ibnu Umar [3] HR. Muslim no. 2564 [4] HR. Muslim no. 54 [5] HR. Muslim no. 2565 [6] HR. Ahmad no. 17935, Abu Daud no. 4915 dan disahihkan oleh Al-Albani dalam Sahih Sunan Abi Dawud no. 4915 [7] HR. Ibnu Majah I/311 no. 971, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128
Barangsiapa yang memiliki tanah maka hendaknya dia menanaminya atau meminta saudaranya untuk menanaminya dan janganlah dia menyewakannya dengan imbalan sepertiga dan seperempat, dan tidak juga makanan tertentu. Hanzhalah bin Qais meriwayatkannyaHadits Ibnu Majah No.2442 | Bagi hasil pertanian dengan sepertiga dan seperempat bagian
Oleh Theresa Corbinpenulis The Islamic, Adult Coloring Book dan co-author The New Muslim’s Field Guide, Amerika SerikatBEBERAPA waktu yang lalu, saya membaca sesuatu yang membuat saya benar-benar berpikir tentang menjadi sahabat Nabi Muhammad Saw. Seperti apa ya, jadinya?Seberapa mudahnya seorang sahabat memiliki akses aktual ke Rasulullah?Seberapa sulitkah menghadapi musuh-musuh Islam?Dan betapa nyamannya hati ini hanya dengan melihatnya?Kemudian saya diingatkan bahwa, saya tidak terlahir sebagai Sahabat di masa Nabi. Itu merupakan kehendak Allah. Namun, aku merasa sangat jauh dari ada pada waktu dimana Nabi tidak mungkin akan mengenali saya. Saya hidup dalam masyarakat yang berbeda, berbicara dalam bahasa yang berbeda, dan mengetahui serta memahami budaya yang berbeda, jauh sekali sebuah riwayat yang menyebut bahwa Nabi datang ke sebuah pemakaman dan berkata,“Salam atas kalian wahai penghuni kuburan tempat orang-orang beriman. Aku insya Allah akan menyusul kalian. Aku ingin sekali berjumpa saudara-saudaraku.’ Mereka para sahabat berkata, Wahai Rasulullah, bukankah kami saudaramu?’Beliau bersabda, Kalau kalian adalah para sahabatku. Saudara-saudaraku adalah mereka orang-orang beriman yang belum ada sekarang ini dan aku akan mendahului mereka di telaga.’Mereka berkata, Wahai Rasulullah, bagaimana engkau mengenali orang-orang beriman yang datang setelah engkau dari kalangan umatmu?’ Beliau bersabda, Bukankah jika seseorang punya kuda yang sebagian kecil bulunya putih akan mengenali kudanya di tengah kuda-kuda yang hitam legam?’ Mereka menjawab, Ya’ Beliau berkata, Sesungguhnya mereka akan datang pada hari kiamat dengan cahaya putih karena wudhu. Dan aku akan menunggu mereka di telaga.” HR Bukhari dan MuslimMengetahui bahwa Nabi telah memanggil generasi pengikutnya di masa depan sebagai saudara dan saudari’ membuat saya kesal. Karena meskipun saya jauh darinya di waktu dan tempat dan dalam banyak hal lainnya, saya berusaha keras untuk menjadi saudara perempuannya, pikirkan, siapa yang lebih dekat daripada saudara kandung?Kita semua memiliki teman-teman yang bergaul dengan kita dan mendengarkan masalah kita, dan bahkan menerima nasihat kita. Tetapi pada akhirnya, tidak ada yang lebih dekat dengan kita selain saudara-saudari kita. Tidak ada yang lebih dekat dengan Anda daripada keluarga Nabi kepada orang yang beriman di generasi mendatang sebagai saudara-saudaranya, membuat hati saya terhibur dan membuat saya merasa sangat dekat dengannya. Tetapi bagaimana kita bisa lebih dekat dengannya daripada para Sahabat?Suatu ketika, Nabi SAW berkumpul bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian Nabi berkata, “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu ingin bertemu dengan saudara-saudaraku.”Suasana di majelis itu hening sejenak. Terlebih Abu Bakar. Itulah pertama kalinya dia mendengar pengakuan Nabi.“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”tanya Abu Bakar“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” jawab Rasul.“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Nabi bersabda“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” Hadis MuslimBayangkan jika Anda seorang Sahabat dan mendengar bahwa ternyata And tidak disebut sebagai saudara oleh Nabi. Pasti sulit bagi mereka untuk mendengar hal hadis ini menjadi berita gembira bagi pengikut Rauslullah Saw yang akan merasa jauh darinya karena jarak dan waktu, namun mereka tetap beriman terhadap Allah dan sunnah Nabi meski tanpa pernah melihat atau bertemu langsung tanpa melihat ini adalah cinta dan kepercayaan tertinggi yang membuat kita begitu dekat dengan Nabi,Tetapi masih banyak dari kita yang merasa jauh darinya, meskipun kita merasakan cinta yang besar dan rasa hormat kepadanya. Jadi bagaimana kita bisa merasa lebih dekat?Ada banyak cara untuk merasa dekat dengan Nabi Muhammad dan karenanya dekat dengan Allah SWT berfirman“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” QSAl Ahzab56Nabi Muhammad saw bersabda“Allah memiliki para malaikat yang berkeliling di bumi, menyampaikan kepadaku salam ummatku.” An-Nasa’iDan setiap kali kita mengirim salam dan shalawat kepada Nabi Saw, dia menanggapi kita. Nabi berkata“Tidaklah seseorang menyampaikan salam untukku, melainkan Allah akan mengembalikan ruhku hingga aku membalas salam tersebut untuknya.” HR. Abu Daud no. 2041. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasanBayangkan menjadi saudara lelaki atau perempuan dari manusia yang begitu hebat, dan kemudian dia membalas salam Anda. Ini benar-benar suatu dari kita dibesarkan sebagai Muslim tumbuh belajar jalan atau kehidupan dari Nabi Muhammad. Dan banyak orang yang insaf mempelajari jalan hidup Nabi tepat di luar pintu gerbang. Tetapi kita tidak harus berhenti belajar, berpikir kita tahu segala sesuatu yang perlu diketahui tentang ulama besar Islam menghabiskan seluruh hidup mereka untuk belajar dan menghafal perincian kehidupan Nabi. Siapa yang kita pikir kita tahu segalanya yang perlu diketahui setelah beberapa buku atau kuliah? Mempelajari perihidup Nabi Muhammad merupakan studi yang tiada akhir bagi laksanakan sunnahnyaSelain itu, ketika kita belajar, kita dapat menerapkan sunnah Nabi untuk kehidupan kita sendiri. Ini adalah tujuan bagi setiap Muslim. Kehidupan yang Banyak informasi tentang ini dalam Quran dan hadis otentik. Sunnah Nabi merupakan contoh bagaimana Allah menghendaki kita menjalani mengenal Nabi Muhammad Saw dan mengetahui tentang hidupnya, dan mengirim shalawat kepadanya, kita menjadi lebih dekat dengan Nabi dan lebih dekat dengan Allah SWT. Semakin banyak yang kita tahu tentang Nabi Muhammad, semakin kita tidak akan bisa untuk tidak mencintainya dan bahkan ingin mengikuti dalam melakukan ini kita akan menjadi lebih dekat dengannya daripada para Sahabat. Kita akan menjadi saudara laki-laki dan saudara perempuan yang dia rindukan. SUMBER ABOUT ISLAM
SahabatAbu Bakar Radhiyallahu 'anhu berkata:"Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkata:"Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku, Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Kamis, 8 Juli 2021 091447 Rasulullah Sangat Rindu Terhadap Umat Akhir Zaman Suatu ketika berkumpullah Nabi sallallahu alaihi wasallam bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku saudara-saudaraku.” Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian. “Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran. Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,“ “Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Suara Rasulullah bernada rendah. “Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula. “Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” Ibn Asakir 30/137, dan dalam Kanzul Ummal, 14/48. Dari Abu Hurairah, bahwa Rosulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah mendatangi pekuburan lalu bersabda "Semoga keselamatan terlimpahkah atas kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan bertemu kalian, " sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat melihat saudara-saudara kita." Para Sahabat bertanya, 'Tidakkah kami semua saudara-saudaramu wahai Rasulullah? Beliau menjawab dengan bersabda "Kamu semua adalah sahabatku, sedangkan Beliau bersabda lagi ''Maka mereka datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu. saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud." Sahabat bertanya lagi, ''Bagaimana engkau dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan umatmu wahai Rasulullah? ' Beliau menjawab dengan bersabda "Apa pendapat kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih didahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu? '' Para Sahabat menjawab, ''Sudah tentu wahai Rasulullah.'' Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi Dari Ibnu Abbas Radhiallahu anhu, diriwayatkan suatu ketika selepas shalat shubuh, seperti biasa Rosulullah Shollallahu 'alaihi wasallam duduk menghadap para sahabat. Kemudian beliau bertanya, dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat'. Aku memanggil mereka, 'Kemarilah kamu semua'. Maka dikatakan, 'Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat'. Maka aku bersabda "Pergilah jauh-jauh dari sini." HR. Muslim No. 367. Siapa Manusia Yang Paling Menakjubkan Imannya Menurut Rosulullah Saw? Sahabatku, Berbahagialan kita ummat Nabi Muhammad karena kita yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang paling menakjubkan imannya menurut Rasulullah Saw. “Wahai manusia siapakah makhluk Tuhan yang imannya paling menakjubkan?”. “Malikat, ya Rasul,” jawab sahabat. Lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam terdiam sejenak, kemudian dengan lembut beliau bersabda, “Bagaimana malaikat tidak beriman, sedangkan mereka pelaksana perintah Tuhan?”Tukas Rasulullah. “Kalau begitu, para Nabi ya Rasulullah” para sahabat kembali menjawab “Bagaimana nabi tidak beriman, sedangkan wahyu dari langit turun kepada mereka?” kembali ujar Rasul. “Kalau begitu para sahabat-sahabatmu, ya Rosul”. “Bagaimana sahabat-sahabatku tidak beriman, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka saksikan. Mereka bertemu langsung denganku, melihatku, mendengar kata-kataku, dan juga menyaksikan dengan mata kepala sendiri tanda-tanda kerosulanku.” Ujar Rasulullah. “Yang paling menakjubkan imannya,” ujar Rasul “Berbahagialah orang yang pernah melihatku dan beriman kepadaku” Nabi Shallallahu alaihi wasallam mengucapkan itu satu kali. “adalah kaum yang datang sesudah kalian semua. Mereka beriman kepadaku, tanpa pernah melihatku. Mereka membenarkanku tanpa pernah menyaksikanku. Mereka menemukan tulisan dan beriman kepadaku. Mereka mengamalkan apa-apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membela aku seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku berjumpa dengan saudara-saudaraku itu.” Kemudian, Nabi Shallallahu alaihi wasallam meneruskan dengan membaca surat Al-Baqarah ayat 3, “Mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan menginfakan sebagian dari apa yang Kami berikan kepada mereka.” Lalu Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, Berbahagialah orang yang beriman kepadaku padahal tidak pernah melihatku.” Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam mengucapkan kalimat kedua itu hingga 7 kali. HR. Musnad Ahmad juz 4 hal 106 hadis no 17017. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ad Darimi dalam Sunan Ad Darimi juz 2 hal 398 hadis no 2744 Semoga kita semua, orangtua kita dan anak-anak keturunan kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang sholeh, orang-orang yang menakjubkan imannya menurut Rosulullah saw dan kelak bisa mendapatkan syafaatnya serta berkumpul dengan Rosulullah Saw di Surga. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin. Wallahu a'lam BgIqwwt.
  • id1zg080bj.pages.dev/86
  • id1zg080bj.pages.dev/92
  • id1zg080bj.pages.dev/449
  • id1zg080bj.pages.dev/119
  • id1zg080bj.pages.dev/35
  • id1zg080bj.pages.dev/211
  • id1zg080bj.pages.dev/366
  • id1zg080bj.pages.dev/298
  • hadits rasulullah merindukan saudaranya